Masya Allah, Pernyataan Imam Istiqlal yang Akui Trinitas, Bikin Bingung Umat yang Bertauhid, Apa Semua Agama Benar?
Mudhiatulfata.net - Umat islam dari dulu sudah diajarkan ilmu tauhid, yang mempelajari konsep ketuhanan islam yang beda dengan agama-agama lain. Dan ini merupakan hal prinsip, bagian yang tidak bisa digoyahkan bagi tiap pribadi muslim.
Namun akhir-akhir ini kekhawatiran umat islam menjadi resah terhadap upaya pendangkalan akidah yang telah dipelajarinya seakan digoyahkan. Terlepas dari benar atau tidaknya statemen dari tokoh-tokoh yang mencoba menyatakan sikap.
Seperti halnya pernyataan Nasaruddin Umar yang telah tersebar, menjadi viral
di media sosial dan disinyalir upaya mencounter pernyataan pengacara Eggi
Sudjana yang menyebut Agama Kristen, juga Hindu dan Budha, bertentangan dengan
Pancasila, terutama sila pertama, sehingga harus dibubarkan.
Belum tahu motif
utama dikatakannya, tapi paling tidak sepertinya ingin mengatakan bahwa semua
agama itu benar. Atau jikalau tidak, harusnya dapat dipertegas soal kebenaran
Islam di dalam pernyataannya tersebut.
Berikut ini tulisan
Imam Besar Istiqlal, seperti yang dikutip dari tagar.id, (7/10/2017).
Doktrin Trinitas atau
Tritunggal dalam agama Kristen sama sekali tidak berbenturan dengan Ketuhanan
YME. Doktrin Trinitas menggambarkan Satu Tuhan dalam tiga pribadi (one God in
three Divine Personsthree), yaitu Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus.
Tiga konsubstansi tersebut dapat dibedakan, namun tetap merupakan satu
substansi.
Doktrin Trinitas
tidak secara eksplisit dalam Kitab Suci tetapi Kitab Suci memberikan kesaksian
tentang kegiatan suatu pribadi yang hanya dapat dipahami dari segi Trinitaris.
Tidak heran jika doktrin ini memiliki bentuk pembenarannya lebih luas pada
akhir abad ke-4.
Dalam Konsili Lateran
IV dijelaskan: “Allah yang memperanakkan, Anak yang diperanakkan, dan Roh Kudus
yang dihembuskan”. Meskipun memiliki “tiga pribadi” tetapi tetap satu.
Logika Doktrin
trinitas sesungguhnya bisa dijelaskan melalui logika Ahadiyah-Wahidiyah dalam
teosofi Islam, Ein Sof-Sefirod dalam Kabbala Yahudi, Atma-Brahma dalam agama
Hindu, Yang-Yin dalam teologi Taoisme. Sesuatu yang berganda atau berbilang
tidak mesti harus dipertentangkan dengan konsep keesaan. Konsep Asma’ al-Husna
berjumlah 99 tidak mesti bertentangan dengan keesaan Allah Swt.
Suatu saat seorang
muslim mendebat seorang pendeta dengan mempertanyakan konsep keesaan Tuhan
dengan kehadiran Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Sang pendeta mengatakan, kami
masih mending karena hanya tiga. Bagaimana dengan Islam Tuhannya berjumlah 99.
Dengan tegas dijawab bahwa 99 nama itu tetap Tuhan Yang Maha Ahad itu. Lalu
dijawab, apa bedanya dengan agama kami. Yang tiga itu tetap yang satu itu.
Dalam diskusi lain,
seorang murid mengadu ke mursyid (guru spiritual), bagaimana saudara kita yang
beragama Kristen mengaku berketuhanan YME tetapi memiliki doktrin Trinitas,
atau saudara kita yang beragama Hindu memiliki doktrin Trimurti? Sang mursyid
menjawab, di situlah kelirunya mereka karena membatasi Tuhan hanya tiga,
padahal semua yang ada adalah Dia, tidak ada yang ada (maujud) selain Dia.
Sang mursyid mengutip
sebuak ayat: Wa lillah al-masyriq wa al-magrib fa ainama tuwallu fa tsamma wajh
Allah (Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap
di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (Q.S. al- Baqarah/2:115).
Setelah mendengarkan panjang lebar penjelasan mursyid barulah murid itu lega. Akan tetapi kembali bertanya, kalau saudara kita tadi keliru karena hanya membatasi Tuhan hanya tiga, bagaimana dengan saya yang hanya membatasi Tuhan hanya satu.
Sang mursyid menjawab: Sesungguhnya mungkin tidak ada yang salah, termasuk anda, karena yang banyak itu ialah yang satu itu dan yang satu itulah yang memiliki wajah yang banyak (al-wahdah fi al-katsrah wa al-katysrah fi al-wahdah/the one in te many and the many in the one).
Bagi umat Kristiani
doktrin Trinitas sama sekali tidak mengganggu konsep kemahaesaan Tuhan dan
Ketuhanan YME. Hanya orang-orang luar Kristen sering sulit memahami Tuhan
mempunyai anak, karena dalam benak masyarakat kata “Anak” masih selalui
dihubungkan dengan anak biologis. Padahal dalam Bahasa Arab kata “Ibn” atau
“Son” dalam Bahasa Inggris tidak selamanya berarti anak biologis. Kata “anak”
bisa berarti simbol kedekatan atau representatif, seperti kata “anak-anak Indonesia
di luar negeri” berarti anak-anak yang menampilkan ciri khas dan karakteristik
bangsa Indonesia.
Seorang anak lebih mencirikan karakter bapaknya sering diistilahkan “anak bapaknya”. Begitu dekatnya hubungan dan banyaknya persamaan sifat dan karakter seseorang dengan sesuatu sering diistilahkan anak dari sesuatu itu. Persoalan semantik sering kali menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan mendasar, bahkan menjadi sumber konflik.
Prof. Dr. KH
Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid
Istiqlal
Jika memang apa yang dikatakan versi Imam Istiqlal begitu, maka ini sama halnya menganggap semua agama benar, demikian berbagai tanggapan masyarakat baik di dunia nyata maupun di dunia maya.[yma]
Post a Comment